Jumat, 06 September 2013

Dan aku belajar (lagi)


Hari ini pertama masuk kuliah.
Belum bisa di bilang hari pertama masuk kuliah sih, karna hanya mengisi KRS.
akhirnya bertemu teman-teman baru yang nantinya akan sekelas selma perkuliahan berlangsung.
salah satunya adalah, hmm sebuat saja “dia”.
Dia baru lulus tahun ini, dan hari ini ku belajar lagi satu sifat manusia darinya.
pertaama kenalan, ia menyenangkan. sampai akhirnya kami menobrol banyak, entah aku yang hanya berperasaan atau bagaimana. Setiap obrolan kami, selalu saja ia menunjukan kelebihan dirinya sendiri. Bukan aku iri atau apa, aku melihat disini ia terlalu menonjolkan cerita-cerita kehebatannya ia pada waktu sekolah. Tak apa, mungkin ia memang seperti itu.
tapi, segala hal yang berlebihan. bukannya tidak baik, kan? :”)

Senin, 22 Juli 2013

Cerpen Lika Liku Luka By Aida Nur Fajri dan Fitria

Sebelum menceritakan "dibalik layar" pembuatan cerpen ini, silakan dibaca terlebih dahulu :))



Lika Liku Luka


Aku menyukai senja, tapi aku juga yakin akan satu hal. Bahwa senja tidak selalu sempurna, dan senja juga tidak selalu menandakan untuk pulang. Seperti saat ini, aku sedang duduk sambil menunggu senja di salah satu coffeeshop, sendirian. Lamunanku teringat pada masa SMA, masa-masa dimana aku banyak menghabiskan waktu dengan sahabat tercinta. Namun kini rupanya kita telah dipisahkan oleh waktu, jarak dan keadaan. Akan selalu ada yang berubah dan tidak selalu pada tempatnya, bukan?
Drrt..Drrt...
Lamunan akan sahabat-sahabatku terputus saat handphone-ku bergetar. Kulihat satu tanda BBM masuk.
"Fit, aku di rumah sakit.. "
Pesan singkat itu cukup membuatku langsung meletakkan gelas kopi yang dari tadi aku pegang. Hah?rumah sakit? Bagaimana bisa? Lalu aku teringat kembali, bahwa salah satu sahabatku yang bernama Risti mempunyai penyakit yang sangat serius. Tanpa pikir panjang aku segera membayar kopi yang telah kupesan, lalu meninggalkan senja diiringi doa agar sahabatku baik-baik saja.
Aida, Ai dan Fitri. Bagaimana bisa aku melupakan persahabatan kami? Persahabatan yang dimulai sejak tiga tahun lalu, saat kami masih malu-malu  menjadi murid baru di SMA. Kalian percaya takdir? Aku percaya. Tentang kami yang satu kelas sejak kelas satu, tentang orang-orang yang hadir diantara lingkaran persahabatan kami dan bahkan setiap masalah yang muncul.
Aku tidak akan bilang bahwa persahabatan kami sempurna. Aku hanya akan memberitahu bahwa betapa bersyukurnya aku dipertemukan oleh mereka berdua. Bertengkar? Jangan salah, kami sering bertengkar bahkan hanya karena hal-hal kecil sederhana. Tapi toh pertengkaran kecil kami cukuplah menjadi pengkokoh persahabatan kami.
#2
Rembulan masih terang, menemani malam menjaga tiap-tiap sudut alam semesta. Aku berada di kamar Aida. Saat tahu kabar bahwa Ai dirawat di Rumah Sakit, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Aida, memberitahunya. Sialnya, Jakarta macetnya bukan main. Dua jam kemudian aku baru tiba di rumahnya.
"Jadi gimana, apa kata Ai tadi?" Tanya Aida begitu aku datang. 
"Dia cuma bilang, dia di rawat di RS. Kanker Dharmais.." kataku, Ai memang tidak banyak mengatakan bagaimana keadaannya. Rumah Sakit Kanker Dharmais, merupakan rumah sakit di daerah Jakarta Barat yang biasanya menangani penyakit-penyakit serius seperti kanker. Dan Ai mengidap Leukimia, kanker darah. Entah pastinya sudah sampai stadium berapa saat ini, pertama kali aku dan Aida mengetahui hal ini adalah saat kelas tiga SMA. Aku ingat, kami diberitahu melalu sms dan diantara kata-kata penyemangat dan doa-doa yang kukirim ke Ai, aku menangis. Bagaimana tidak? Sahabatku sendiri mengidap penyakit leukimia, kanker darah. Begitupun dengan Aida, ia sama sekali tidak menyangka.
"Hmm, kapan jadinya kita bisa jenguk Fit? " tanya Aida dengan nada khawatir yang tidak bisa disembunyikan sama sekali.
Ah, ada-ada saja memang. Hari ini hari terakhir libur kerjaku. Besok dan enam hari kemudian aku sudah harus kerja lagi. Mengambil cuti pun rasanya tidak mungkin.
"Aku kerja, gimana ya?" 
"RS. Dharmais ya? Hmm, aku tahu tempatnya kebetulan juga dekat dengan asramaku. Gimana kalau aku saja yang kesana dulu? Nanti setelah aku lihat gimana keadaannya aku segera mengabari kamu Fit" usul Aida. Aku baru ingat, Aida menempuh pendidikan kebidanan di Harapan Kita, dan asrama yang ia tempati tidak jauh letaknya dari Rs.Dharmais.
"Oke, nanti aku kabarin ya," aku menyetujui usul Aida.
"Iya, sekarang kita kirim doa aja terus semoga Ai nggak apa-apa.." kata Aida, aku hanya bisa mengaminkan.
#3
            “Mau kemana Aida?” teriak temanku dari dalam kamar asrama.
            “Ada perlu, buru-buru” jawabku singkat sambil bergegas pergi.
Sudah pukul dua belas lewat lima belas menit, semoga jam besuk pasien masih ada. Aku berjalan tergesa-gesa, berharap cemas, dengan perasaan campur aduk. Peluhku bercucuran belum lagi perutku yang sedang mengamuk minta diberikan jatah siangnya hari ini. Aku tidak peduli, keinginan untuk mengetahui kabar Ai saat ini lebih penting dari apapun.
Sesampainya di lobi Rumah Sakit Kanker Dharmais perasaanku makin tercambuk melihat beberapa pasien lalu lalang dengan keadaan yang memprihatinkan. Ada yang rambutnya hampir habis, tubuhnya kurus kering, pucat, bahkan ada yang memiliki tumor sebesar bola kasti di bagian lehernya, entah mereka mengidap kanker apa. Ah tidak, aku tidak boleh berpikiran negatif dulu. Pasti keadaan Ai baik-baik saja. Semoga.
Ruang Anggrek lantai delapan. Begitu keluar dari lift, aku disambut oleh sebuah meja marmer besar berbentuk lingkaran, namun sayang sekali tidak ada satu orang pun di ruangan itu. Ada beberapa pintu kaca yang sepertinya jalan masuk untuk ke ruang perawatan, lagi-lagi aku sangat menyayangkan ketika aku mencoba masuk rupanya pintu itu sudah terkunci rapat. Ya, jam kunjung pasien telah habis, yang ternyata hanya sampai jam dua belas siang. Aku kalut, bagaimana ini? Jika ditunda sampai nanti sore mana bisa aku harus meninggalkan jam mata kuliah yang dosennya sangat galak itu? Belum putus asa, aku segera menghubungi nomer telepon Ai. Ada nada sambung tetapi tidak diangkat. Ya Allah pertanda apa ini, padahal nanti malam akan datang bulan penuh suci. Yang aku harap diiringi beribu malaikat dengan mengindahkan hari.
Karena lima belas menit lagi aku harus masuk jam mata kuliah Psikologi akhirnya dengan berat hati aku memutuskan untuk kembali. Tepat di lantai satu Rumah Sakit Kanker Dharmais, hanya berjarak sekitar tiga meter dari pintu lift aku melihat ruang informasi. Aku berpikir mungkin walaupun aku tidak bisa menjenguk sekarang, tapi aku harus bisa memastikan bahwa Ai benar berada di ruangan yang tadi aku kunjungi.
            “Selamat siang mbak, ada yang bisa kami bantu?” sapa seorang wanita yang bertugas di tempat itu.
            “Begini mbak, saya ingin memastikan bahwa teman saya benar dirawat disini tidak? Apakah bisa?”
            “Boleh saya tahu namanya siapa? Usianya serta tanggal masuk ruang perawatannya?”
            “Namanya Aini Alfandi, usia dua puluh tahun, saya mendapat kabar ia berada di ruang anggrek dan baru masuk sekitar tiga hari yang lalu..”
            “Sebentar ya mbak..” sahutnya sambil mengetikkan sesuatu di layar komputernya. Dahinya mengernyit, seperti ada kejanggalan.
            “Maaf mbak, pasien atas nama Aini ada yang dirawat di ruang anggrek, tapi usianya empat puluh tahun. Dan pasien atas nama Aini ini juga sudah dirawat sejak satu minggu yang lalu”
            Degg ! Aku sempat tidak dapat berkata apa-apa, mana mungkin ia tidak berada disini? Apa aku yang salah menerima informasi? Aku segera mengucapkan terimakasih, dan meninggalkan tempat itu dengan pikiran kosong. Sambil berjalan kembali menuju asrama, aku coba menghubungi Fitri untuk mencari kejelasan informasi yang mulai gamang. Aku menceritakan semua yang aku alami barusan kepada  Fitri dan reaksinya sama hening untuk beberapa saat.
#4
Senja sinarnya masih sama, terasa saru dan malu-malu. Tidak seperti kemarin jingganya jelita, sore ini kelabu dipeluk sendu. Aku terduduk lemas di tempat yang cukup luas tidak beratap, yang berada di lantai asramaku yang paling atas. Sambil menimang-nimang Handphone, aku merasakan tetesan air jatuh membahasi pipi. Bukan gerimis, melainkan jeritan hati yang sedang menangis.
Aku baru saja menghubungi kakak kandung Ai, untuk memastikan apa yang sedang terjadi. Tapi kenapa harus aku dengar lagi jawaban yang tidak pasti? Ia justru tidak tahu kalau Ai masuk rumah sakit sudah tiga hari. Mungkin komunikasi dengan saudara sendiri mulai tidak berlaku saat ini.
Sebelum gerimis mampir, aku segera mengemas barang-barang untuk kembali ke rumah. Sore ini aku memutuskan untuk segera pulang, menyambut ramadhan secara sederhana bersama sahabat dan keluarga. Mungkin itu lebih baik, sebelum ketidakwarasanku mulai merajalela, dan berhamburan tidak sesuai tempatnya.
#5
Jalanan sore ini sepi, tapi begitu damai dengan suara lantunan Ayat-ayat suci Al-quran dan Shalawat Nabi dari masjid-masjid. Malam ini merupakan malam pertama dilaksanakannya Shalat Tarawih, besok bulan ramadhan sudah tiba.
Aku sedang berhalangan, jadi tidak bisa mengikuti shalat tarawih untuk pertama kalinya. Sore ini aku memutuskan untuk pergi ke rumah Ai. Memastikan tentang keadaan Ai yang sebenarnya. Aku telah mendengar semua yang dialami Aida hari ini. Sedikit terkejut dan penasaran jadinya.
Sesampainya di rumah bercat hijau yang sangat asri, aku teringat kembali, dulu saat masih sekolah kami sering berkumpul disini. Dengan mengandalkan kalimat "Belajar Bareng", kami bisa berjam-jam atau malah tidak ingat waktu saat berkumpul ditempat ini.
"Assalamualaikum," Aku mengucap salam sambil mengetuk pintu.
"Wa'alaikumsalam..." Aku mendengar seseorang yang kukenal suaranya, Ibu Ai Terdengar pula suara tergesa-gesa dari dalam.
"Ya ampun, Fitri udah lama sekali kamu nggak kesini, kemana aja?" Ibu  Ai menyambutku dengan wajah sumringah. Aku sudah lama memang tidak kesini, selalu disibukkan oleh pekerjaan.
"Sibuk kerja, Bu. Aku kesini juga hanya sebentar, mau menanyakan kabar Ai Ai di rawat di RS. Dharmais sejak kapan ya, Bu?" Aku langsung saja menanyakan hal ini. 
Setelah menyuruhku duduk terlebih dahulu, aku pun melihat raut wajah yang bingung dari Ibu Ai,Ia seperti tidak mengerti apa yang aku bicarakan.
"Rumah sakit? Maksud kamu, Fit?"
"Iya bu, Ai memberitahu saya bahwa ia sedang dirawat di RS. Dharmais beberapa hari yang lalu.." Aku menjelaskan perlahan.
"Ai? Dia beberapa hari ini ada di rumah, dia tetap kerja dan yang Ibu lihat ia baik-baik saja.. Kamu tidak salah, Fit?"
"Iyakah? Jadi, Ai sama sekali ga sakit dan di rawat Bu?" Entah aku harus berkata apalagi.
"Dia ada dirumah terus, dan hari ini Ia ijin untuk menginap di rumah temannya.."
Baiklah, aku rasa sudah cukup.
#6
Kami bertiga sudah tiga tahun bersahabat, dan aku rasa persahabatan itu memang tidak terasa cukup lama. Bahkan, aku juga percaya akan satu hal. Seberapa lama atau singkatnya kita mengenal seseorang, tidak akan menjamin kita benar-benar tahu tentang diri kita satu sama lain.
Seperti saat ini, aku dan Aida tidak habis pikir, entah apa maksudnya seseorang yang sudah kami percaya malah membohongi kami. Bukti yang ada sudah cukup untuk kami yakin bahwa selama ini tidak ada yang pernah sakit, tidak ada yang di rawat sama sekali. Saat aku coba mengklarifikasi ke Ai tentang ini, tapi ia seperti menghindar, menghilang entah kemana.
Esok hari kami sudah menjalankan ibadah puasa, masalah seperti ini seperti Kejutan Sebelum Ramadhan bagiku, begitu juga dengan Aida. Dan tentunya kami berterimakasih kepada Yang Maha Menunjukan Segala-Nya. Aku dan Aida tidak pernah tahu apa maksud Risti melakukan semua ini, membohongi kami. Tapi biarlah, ini menjadi kejutan dan pembelajaran bagi kami. Terimakasih.


Selesai. 

Awalnya, saya melihat salah satu tweet dari akun self publishing mengenai #ProyekMenulis dengan tema #KejutanSebelumRamadhan. @Nulisbuku mengadakan suatu proyek pembuatan cerpen dengan dua kategori, perorangan dan kolaborasi. 

 tertarik, tertarik, tertarik lalu memutuskanlah mengajak Aida, untuk ikut #ProyekMenulis ini, dan nggak tahu kenapa sih pengen aja mengangkat cerita tentang persahabatan yang saya alami langsung beberapa bulan yang lalu. dan, Aida pun setuju untuk berkaloborasi menulis cerpen. oia, FYI waktu deadline yang dikasih sama @nulisbuku itu nggak banyak, sekitar lima hari kalo nggak salah. Dan the power of kepepet pun terjadi. Haha 
 Kami sepakat saya yang membuat awal cerita lalu Aida meneruskan, bergantian sampai akhir cerita. lucunya adalah kami berdiskusi hanya dengan modal DM dan Massage fb. cukup hectic tapi menyenangkan :))
di hari terakhir pengumpulan cerpen, semua teks erita yang Aida buat hilang di laptop karena ngehang! duh, udah bilang gini "yaudah, Da ngak papa nggak ngirim juga. yang penting udah bikin. " Hahahaa. tapi Aida langsung kebut nulis kelanjutan ceritanya, karena masih musti dikirim ke saya untuk tahap akhir. aaaak so hectic banget karena "kerja" kami hanya di dukung oleh DM dan massage fb yang kadang sinyal bikin emosi. 
tapi akhirnya Alhamdulillah selesai. setelah selesai lalu apalagi? masalah judul, yup! karena saya salah satu orang yang tidak punya bakat memilih judul, saya serahkan ke Aida langsung ;D 
di pilihlah 'Lika Liku Luka", lucu amat yak namanyaa x)) Oh iya, syarat cerpen yang diminta itu adalah maksimal 1000 karakter word, waduh edunn biasanya saya malah minimal 1000 kata untuk cerpen. jadilah musti ngepress sana-sini supaya bisa Pas!
Lalu setelah mengirim lewat email, semua yang mengikuti #ProyekMenulis harus tweet sinopsis mereka di Twitter sekaligus promsi. dan itu jadi bagian saya. kekacauan apalagi coba tebak ? saya tiga kali salah menulis "Lika Liku Luka" kebalik terus, sliwer hahahaa kebangetan emang :))


Langsung pada hari pengumuman, dateng langsung ke FX sudirman *pede banget jadi pemenang*. Ternyata semua cerpen yang masuk itu ada sekitar 800an cerpen. Cukup keren adalah karena mengingat waktu yang dikasih itu mepet banget.
Tapi sebenernya, bukan jadi pemenangnya atau tidak sih. berhasil menyelesaikan cerpen bersama sahabat sendiri saja itu sudah menyenangkan. :")

Hasilnya... cerpen perorangan Aida dan cerpen kolaborasi kami masuk kedalam cerpen yang dibukukan walau nggak masuk 17 besar, aaaak nggak nyangka sih, Alhamdulilaaaah :))

O iya hasil penjualan semua buku ini nantiya akan dsumbangkan, so silakan yang mau beramal dengan membeli buku di nulisbuku *promosi* hahahaha 





Dan itulah buku yang bisa didapatkan di nulisbuku ;))

 

Saya pribadi, merasakan suatu kelegaan tersendiri saat menyelesaikan cerpen ini. kisah kami bertiga itu sudah lama dan bagiku udah selesai. dan kalaupun kami ceritakan secara lengkap. karakter untuk cerpen tdak akan masuk, karena panjang ceritanya.
FYI,di crpen aslinya kami memakai nama samaran. tapi untuk menulis di blogku sendiri, rasanya nggak perlu pakai nama samaran :))
baiklah.. terimakasih Aida. Terimakasih NulisBuku xD