Sebelum menceritakan "dibalik layar" pembuatan cerpen ini, silakan dibaca terlebih dahulu :))
Lika Liku Luka
Aku menyukai senja, tapi aku juga yakin akan satu hal.
Bahwa senja tidak selalu sempurna, dan senja juga tidak selalu menandakan untuk
pulang. Seperti saat ini, aku sedang duduk sambil menunggu senja di salah satu
coffeeshop, sendirian. Lamunanku teringat pada masa SMA, masa-masa dimana aku
banyak menghabiskan waktu dengan sahabat tercinta. Namun kini rupanya kita
telah dipisahkan oleh waktu, jarak dan keadaan. Akan selalu ada yang berubah
dan tidak selalu pada tempatnya, bukan?
Drrt..Drrt...
Lamunan akan sahabat-sahabatku terputus saat handphone-ku
bergetar. Kulihat satu tanda BBM masuk.
"Fit, aku di rumah sakit.. "
Pesan singkat itu cukup membuatku langsung meletakkan
gelas kopi yang dari tadi aku pegang. Hah?rumah sakit? Bagaimana bisa? Lalu aku
teringat kembali, bahwa salah satu sahabatku yang bernama Risti mempunyai
penyakit yang sangat serius. Tanpa pikir panjang aku segera membayar kopi yang
telah kupesan, lalu meninggalkan senja diiringi doa agar sahabatku baik-baik
saja.
Aida, Ai dan Fitri. Bagaimana bisa aku melupakan
persahabatan kami? Persahabatan yang dimulai sejak tiga tahun lalu, saat kami
masih malu-malu menjadi murid baru di SMA. Kalian percaya takdir? Aku
percaya. Tentang kami yang satu kelas sejak kelas satu, tentang orang-orang yang
hadir diantara lingkaran persahabatan kami dan bahkan setiap masalah yang
muncul.
Aku tidak akan bilang bahwa persahabatan kami sempurna.
Aku hanya akan memberitahu bahwa betapa bersyukurnya aku dipertemukan oleh
mereka berdua. Bertengkar? Jangan salah, kami sering bertengkar bahkan hanya
karena hal-hal kecil sederhana. Tapi toh pertengkaran kecil kami cukuplah
menjadi pengkokoh persahabatan kami.
#2
Rembulan masih terang, menemani malam menjaga tiap-tiap
sudut alam semesta. Aku berada di kamar Aida. Saat tahu kabar bahwa Ai dirawat
di Rumah Sakit, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Aida, memberitahunya.
Sialnya, Jakarta macetnya bukan main. Dua jam kemudian aku baru tiba di
rumahnya.
"Jadi gimana, apa kata Ai tadi?" Tanya Aida
begitu aku datang.
"Dia cuma bilang, dia di rawat di RS. Kanker
Dharmais.." kataku, Ai memang tidak banyak mengatakan bagaimana
keadaannya. Rumah Sakit Kanker Dharmais, merupakan rumah sakit di daerah
Jakarta Barat yang biasanya menangani penyakit-penyakit serius seperti kanker.
Dan Ai mengidap Leukimia, kanker darah. Entah pastinya sudah sampai stadium
berapa saat ini, pertama kali aku dan Aida mengetahui hal ini adalah saat kelas
tiga SMA. Aku ingat, kami diberitahu melalu sms dan diantara kata-kata
penyemangat dan doa-doa yang kukirim ke Ai, aku menangis. Bagaimana tidak?
Sahabatku sendiri mengidap penyakit leukimia, kanker darah. Begitupun dengan
Aida, ia sama sekali tidak menyangka.
"Hmm, kapan jadinya kita bisa jenguk Fit? "
tanya Aida dengan nada khawatir yang tidak bisa disembunyikan sama sekali.
Ah, ada-ada saja memang. Hari ini hari terakhir libur
kerjaku. Besok dan enam hari kemudian aku sudah harus kerja lagi. Mengambil
cuti pun rasanya tidak mungkin.
"Aku kerja, gimana ya?"
"RS. Dharmais ya? Hmm, aku tahu tempatnya kebetulan
juga dekat dengan asramaku. Gimana kalau aku saja yang kesana dulu? Nanti
setelah aku lihat gimana keadaannya aku segera mengabari kamu Fit" usul
Aida. Aku baru ingat, Aida menempuh pendidikan kebidanan di Harapan Kita, dan
asrama yang ia tempati tidak jauh letaknya dari Rs.Dharmais.
"Oke, nanti aku kabarin ya," aku menyetujui
usul Aida.
"Iya, sekarang kita kirim doa aja terus semoga Ai
nggak apa-apa.." kata Aida, aku hanya bisa mengaminkan.
#3
“Mau kemana Aida?” teriak temanku dari dalam kamar asrama.
“Ada perlu, buru-buru” jawabku singkat sambil bergegas pergi.
Sudah pukul dua belas lewat lima belas menit, semoga jam
besuk pasien masih ada. Aku berjalan tergesa-gesa, berharap cemas, dengan
perasaan campur aduk. Peluhku bercucuran belum lagi perutku yang sedang
mengamuk minta diberikan jatah siangnya hari ini. Aku tidak peduli, keinginan
untuk mengetahui kabar Ai saat ini lebih penting dari apapun.
Sesampainya di lobi Rumah Sakit Kanker Dharmais
perasaanku makin tercambuk melihat beberapa pasien lalu lalang dengan keadaan
yang memprihatinkan. Ada yang rambutnya hampir habis, tubuhnya kurus kering,
pucat, bahkan ada yang memiliki tumor sebesar bola kasti di bagian lehernya,
entah mereka mengidap kanker apa. Ah tidak, aku tidak boleh berpikiran negatif
dulu. Pasti keadaan Ai baik-baik saja. Semoga.
Ruang Anggrek lantai delapan. Begitu keluar dari lift,
aku disambut oleh sebuah meja marmer besar berbentuk lingkaran, namun sayang
sekali tidak ada satu orang pun di ruangan itu. Ada beberapa pintu kaca yang
sepertinya jalan masuk untuk ke ruang perawatan, lagi-lagi aku sangat
menyayangkan ketika aku mencoba masuk rupanya pintu itu sudah terkunci rapat.
Ya, jam kunjung pasien telah habis, yang ternyata hanya sampai jam dua belas
siang. Aku kalut, bagaimana ini? Jika ditunda sampai nanti sore mana bisa aku
harus meninggalkan jam mata kuliah yang dosennya sangat galak itu? Belum putus
asa, aku segera menghubungi nomer telepon Ai. Ada nada sambung tetapi tidak
diangkat. Ya Allah pertanda apa ini, padahal nanti malam akan datang bulan
penuh suci. Yang aku harap diiringi beribu malaikat dengan mengindahkan hari.
Karena lima belas menit lagi aku harus masuk jam mata
kuliah Psikologi akhirnya dengan berat hati aku memutuskan untuk kembali. Tepat
di lantai satu Rumah Sakit Kanker Dharmais, hanya berjarak sekitar tiga meter
dari pintu lift aku melihat ruang informasi. Aku berpikir mungkin walaupun aku
tidak bisa menjenguk sekarang, tapi aku harus bisa memastikan bahwa Ai benar
berada di ruangan yang tadi aku kunjungi.
“Selamat siang mbak, ada yang bisa kami bantu?” sapa seorang wanita yang
bertugas di tempat itu.
“Begini mbak, saya ingin memastikan bahwa teman saya benar dirawat disini
tidak? Apakah bisa?”
“Boleh saya tahu namanya siapa? Usianya serta tanggal masuk ruang
perawatannya?”
“Namanya Aini Alfandi, usia dua puluh tahun, saya mendapat kabar ia berada di
ruang anggrek dan baru masuk sekitar tiga hari yang lalu..”
“Sebentar ya mbak..” sahutnya sambil mengetikkan sesuatu di layar komputernya.
Dahinya mengernyit, seperti ada kejanggalan.
“Maaf mbak, pasien atas nama Aini ada yang dirawat di ruang anggrek, tapi
usianya empat puluh tahun. Dan pasien atas nama Aini ini juga sudah dirawat
sejak satu minggu yang lalu”
Degg ! Aku sempat tidak dapat berkata apa-apa, mana mungkin ia tidak berada
disini? Apa aku yang salah menerima informasi? Aku segera mengucapkan
terimakasih, dan meninggalkan tempat itu dengan pikiran kosong. Sambil berjalan
kembali menuju asrama, aku coba menghubungi Fitri untuk mencari kejelasan
informasi yang mulai gamang. Aku menceritakan semua yang aku alami barusan
kepada Fitri dan reaksinya sama hening untuk beberapa saat.
#4
Senja sinarnya masih sama, terasa saru dan malu-malu.
Tidak seperti kemarin jingganya jelita, sore ini kelabu dipeluk sendu. Aku
terduduk lemas di tempat yang cukup luas tidak beratap, yang berada di lantai
asramaku yang paling atas. Sambil menimang-nimang Handphone, aku
merasakan tetesan air jatuh membahasi pipi. Bukan gerimis, melainkan jeritan
hati yang sedang menangis.
Aku baru saja menghubungi kakak kandung Ai, untuk
memastikan apa yang sedang terjadi. Tapi kenapa harus aku dengar lagi jawaban
yang tidak pasti? Ia justru tidak tahu kalau Ai masuk rumah sakit sudah tiga
hari. Mungkin komunikasi dengan saudara sendiri mulai tidak berlaku saat ini.
Sebelum gerimis mampir, aku segera mengemas barang-barang
untuk kembali ke rumah. Sore ini aku memutuskan untuk segera pulang, menyambut
ramadhan secara sederhana bersama sahabat dan keluarga. Mungkin itu lebih baik,
sebelum ketidakwarasanku mulai merajalela, dan berhamburan tidak sesuai
tempatnya.
#5
Jalanan sore ini sepi, tapi begitu damai
dengan suara lantunan Ayat-ayat suci Al-quran dan Shalawat Nabi dari
masjid-masjid. Malam ini merupakan malam pertama dilaksanakannya Shalat
Tarawih, besok bulan ramadhan sudah tiba.
Aku sedang berhalangan, jadi tidak bisa
mengikuti shalat tarawih untuk pertama kalinya. Sore ini aku memutuskan untuk pergi
ke rumah Ai. Memastikan tentang keadaan Ai yang sebenarnya. Aku telah mendengar
semua yang dialami Aida hari ini. Sedikit terkejut dan penasaran jadinya.
Sesampainya di rumah bercat hijau yang
sangat asri, aku teringat kembali, dulu saat masih sekolah kami sering
berkumpul disini. Dengan mengandalkan kalimat "Belajar Bareng", kami
bisa berjam-jam atau malah tidak ingat waktu saat berkumpul ditempat ini.
"Assalamualaikum," Aku
mengucap salam sambil mengetuk pintu.
"Wa'alaikumsalam..." Aku
mendengar seseorang yang kukenal suaranya, Ibu Ai Terdengar pula suara
tergesa-gesa dari dalam.
"Ya ampun, Fitri udah lama sekali
kamu nggak kesini, kemana aja?" Ibu Ai menyambutku dengan wajah
sumringah. Aku sudah lama memang tidak kesini, selalu disibukkan oleh pekerjaan.
"Sibuk kerja, Bu. Aku kesini juga
hanya sebentar, mau menanyakan kabar Ai Ai di rawat di RS. Dharmais sejak kapan
ya, Bu?" Aku langsung saja menanyakan hal ini.
Setelah menyuruhku duduk terlebih
dahulu, aku pun melihat raut wajah yang bingung dari Ibu Ai,Ia seperti tidak
mengerti apa yang aku bicarakan.
"Rumah sakit? Maksud kamu,
Fit?"
"Iya bu, Ai memberitahu saya bahwa
ia sedang dirawat di RS. Dharmais beberapa hari yang lalu.." Aku
menjelaskan perlahan.
"Ai? Dia beberapa hari ini ada di
rumah, dia tetap kerja dan yang Ibu lihat ia baik-baik saja.. Kamu tidak salah,
Fit?"
"Iyakah? Jadi, Ai sama sekali ga
sakit dan di rawat Bu?" Entah aku harus berkata apalagi.
"Dia ada dirumah terus, dan hari
ini Ia ijin untuk menginap di rumah temannya.."
Baiklah, aku rasa sudah cukup.
#6
Kami bertiga sudah tiga tahun
bersahabat, dan aku rasa persahabatan itu memang tidak terasa cukup lama.
Bahkan, aku juga percaya akan satu hal. Seberapa lama atau singkatnya kita
mengenal seseorang, tidak akan menjamin kita benar-benar tahu tentang diri kita
satu sama lain.
Seperti saat ini, aku dan Aida tidak habis pikir, entah apa maksudnya seseorang
yang sudah kami percaya malah membohongi kami. Bukti yang ada sudah cukup
untuk kami yakin bahwa selama ini tidak ada yang pernah sakit, tidak ada yang
di rawat sama sekali. Saat aku coba mengklarifikasi ke Ai tentang ini, tapi ia
seperti menghindar, menghilang entah kemana.
Esok hari kami sudah menjalankan ibadah
puasa, masalah seperti ini seperti Kejutan Sebelum Ramadhan bagiku, begitu juga
dengan Aida. Dan tentunya kami berterimakasih kepada Yang Maha Menunjukan
Segala-Nya. Aku dan Aida tidak pernah tahu apa maksud Risti melakukan semua
ini, membohongi kami. Tapi biarlah, ini menjadi kejutan dan pembelajaran bagi
kami. Terimakasih.
Selesai.
Awalnya, saya melihat salah satu tweet dari akun self publishing mengenai #ProyekMenulis dengan tema #KejutanSebelumRamadhan. @Nulisbuku mengadakan suatu proyek pembuatan cerpen dengan dua kategori, perorangan dan kolaborasi.
tertarik, tertarik, tertarik lalu memutuskanlah mengajak Aida, untuk ikut #ProyekMenulis ini, dan nggak tahu kenapa sih pengen aja mengangkat cerita tentang persahabatan yang saya alami langsung beberapa bulan yang lalu. dan, Aida pun setuju untuk berkaloborasi menulis cerpen. oia, FYI waktu deadline yang dikasih sama @nulisbuku itu nggak banyak, sekitar lima hari kalo nggak salah. Dan the power of kepepet pun terjadi. Haha
Kami sepakat saya yang membuat awal cerita lalu Aida meneruskan, bergantian sampai akhir cerita. lucunya adalah kami berdiskusi hanya dengan modal DM dan Massage fb. cukup hectic tapi menyenangkan :))
di hari terakhir pengumpulan cerpen, semua teks erita yang Aida buat hilang di laptop karena ngehang! duh, udah bilang gini "yaudah, Da ngak papa nggak ngirim juga. yang penting udah bikin. " Hahahaa. tapi Aida langsung kebut nulis kelanjutan ceritanya, karena masih musti dikirim ke saya untuk tahap akhir. aaaak so hectic banget karena "kerja" kami hanya di dukung oleh DM dan massage fb yang kadang sinyal bikin emosi.
tapi akhirnya Alhamdulillah selesai. setelah selesai lalu apalagi? masalah judul, yup! karena saya salah satu orang yang tidak punya bakat memilih judul, saya serahkan ke Aida langsung ;D
di pilihlah 'Lika Liku Luka", lucu amat yak namanyaa x)) Oh iya, syarat cerpen yang diminta itu adalah maksimal 1000 karakter word, waduh edunn biasanya saya malah minimal 1000 kata untuk cerpen. jadilah musti ngepress sana-sini supaya bisa Pas!
Lalu setelah mengirim lewat email, semua yang mengikuti #ProyekMenulis harus tweet sinopsis mereka di Twitter sekaligus promsi. dan itu jadi bagian saya. kekacauan apalagi coba tebak ? saya tiga kali salah menulis "Lika Liku Luka" kebalik terus, sliwer hahahaa kebangetan emang :))
Langsung pada hari pengumuman, dateng langsung ke FX sudirman *pede banget jadi pemenang*. Ternyata semua cerpen yang masuk itu ada sekitar 800an cerpen. Cukup keren adalah karena mengingat waktu yang dikasih itu mepet banget.
Tapi sebenernya, bukan jadi pemenangnya
atau tidak sih. berhasil menyelesaikan cerpen bersama sahabat sendiri saja itu
sudah menyenangkan. :")
Hasilnya... cerpen perorangan Aida dan cerpen kolaborasi kami masuk kedalam cerpen yang dibukukan walau nggak masuk 17 besar, aaaak nggak nyangka sih, Alhamdulilaaaah :))
O iya hasil penjualan semua buku ini
nantiya akan dsumbangkan, so silakan yang mau beramal dengan membeli buku di nulisbuku
*promosi* hahahaha
Dan itulah buku yang bisa didapatkan di nulisbuku ;))
Saya pribadi, merasakan suatu kelegaan
tersendiri saat menyelesaikan cerpen ini. kisah kami bertiga itu sudah lama dan
bagiku udah selesai. dan kalaupun kami ceritakan secara lengkap. karakter untuk
cerpen tdak akan masuk, karena panjang ceritanya.
FYI,di crpen aslinya kami memakai nama
samaran. tapi untuk menulis di blogku sendiri, rasanya nggak perlu pakai nama
samaran :))
baiklah.. terimakasih Aida. Terimakasih
NulisBuku xD